Suku kampar merupakan salah satu suku
yang ada di kabupaten kampar, propinsi Riau, suku ini juga dikenal dengan
sebutan suku Ocu, padahal sebutan ocu bukanlah nama suku tapi sebuah sebutan
yang digunakan orang kampar. Suku kampar terdiri dari beberapa suku kecil,
yaitu suku piliang, suku domo, suku putopang, suku kampai, dan suku mandiliong.
Penduduk Kampar kerap menyebut diri
mereka sebagai Oughang Kampar, tersebar di sebagian besar wilayah
Kampar. Secara sejarah, etnis, adat istiadat, dan budaya mereka sangat dekat
dengan masyarakat Minangkabau. khususnya dengan kawasan Luhak Limopuluah. Hal
ini terjadi karena wilayah Kampar baru terpisah dari Ranah Minang sejak masa
penjajahan Jepang di tahun 1942. Menurut H.Takahashi dalam bukunya Japan and
Eastern Asia, 1953, Pemerintahan Militer Kaigun di Sumatera memasukkan Kampar
ke dalam wilayah Riau Shio sebagai bagian dari strategi pertahanan teritorial
militer di pantai Timur Sumatera.
Sejarah
Beragam asal-usul menceritakan sejarah
orang kampar, salah satunya menceritakan bahwa suku kampar merupakan suku
berasal dari orang-orang minangkabau. Hal ini mungkin berhubungan dengan letak
kediaman suku kampar di kabupen kampar yang berbatasan angsung dengan provinsi
Sumatera Barat. Selain itu, berbagai unsur kebudayaan yang ada di suku kampar
mempunyai kemiripan dengan kebudayaan Minangkabau yang ada Sumatra Barat,
seperti bahasa, adat istiadat, struktur pemerintahan, gaya bangunan dan lain
sebagainya.
Menurut sejarah, wilayah kediaman dari
masyarakat Kampar, merupakan wilayah kekuasaan dari kerajaan Pagaruyuang.
Meskipun banyak kemiripan antara budaya Kampar dan Minangkabau, namun
masyarakat kampar menolak diakui sebagai keturunan orang Minangkabau.
Asal usul lainnya mengenai Suku Kampar
mengatakan bahwa, Suku Kampar berasal dari Melayu daratan. Anggapan ini
diperkuat dengan kesamaan karakteristik yang dimiliki masyarakat Kampar dengan
kebudayaan dan adat istiadat di beberapa Provinsi Riau yang sebagian besar
dihuni oleh orang Melayu.
Masyarakat Kampar menggunakan bahasa
kampar dalam kesehariannya. Bahasa kampar dikategorikan sebagai bagian dari
rumpun bahasa melayu. Akan tetapi umur bahasa Kamapar diperkirakan lebih tua
dibandingkan dengan bahasa Melayu dataran.
Panggilan Suku Kampar
Dalam adat Kampar, anak pertama oleh
saudara-saudaranya dipanggil dengan sebutan Uwo (berasal dari kata Tuo, Tua,
yang paling tua).
Anak kedua dipanggil oleh adik-adiknya
dengan kata Ongah, yang berasal dari kata Tengah, artinya anak yang paling
tengah, atau anak ke dua. Sedangkan anak yang ke tiga dipanggil oleh
adik-adiknya dengan nama Udo, atau anak yang paling Mudo atau yang paling Muda.
Untuk anak yang ke empat baik
laki-laki maupun perempuan, juga dipanggil dengan Ocu, yang kemungkinan besar
juga berasal dari kata Ongsu, yang dalam bahasa Indonesianya berarti Bungsu
atau anak yang bungsu (terakhir). Anak ke lima dan seterusnya juga berhak untuk
disapa dengan Ocu.
Tidak hanya dalam struktur
kekeluargaan saja kata Ocu ini digunakan, tapi juga digunakan bagi anak-anak
yang lebih muda kepada teman, kerabat dan sanak keluarga. Seperti anak muda
kepada yang sedikit lebih tua dari pada dirinya.
Kata ini juga dipakai sebagai
panggilan kehormatan dan kebanggaan (bukan panggilan kebesaran seperti gelar
adat) bagi orang Kampar.
Rumah Adat Kampar
Rumah Pelancangan atau rumah Lontiok
adalah rumah adat yang terdapat di daerah suku kampar. Bentuk rumah Lontiok
dikatakan berasal dari bentuk perahu, hal ini tercermin dari sebutan pada
bagian-bagian rumah tersebut seperti: bawah, tengah, ujung, pangkal, serta
turun, naik. Dinding depan dan belakang dibuat miring keluar dan kaki dinding
serta tutup didinding dibuat melengkung sehingga bentuknya menyerupai sebuah
perahu yang diletakkan diatas tiang-tiang.
Rumah Lontiok berfungsi sebagai rumah
adat dan rumah tempat tinggal. Dibangun dalam satu prosesi panjang yang
melibatkan masyarakat luas serta upacara.
Rumah Lontiok atau Lontik, merupakan
rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya
binatang buas dan banjir. Kolong rumah, biasanya digunakan untuk kandang ternak,
wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang atau tempat bermain anak-anak, dan
gudang kayu untuk persiapan bulan puasa. Kemudian lain penyebab pemakaian
konstruksi panggung adalah adanya ketentuan adat untuk memakai tangga, dengan
jumlah anak tangga ganjil dan menyediakan tempayan air didekatnya untuk mencuci
kaki di pangkal tangga. Ketentuan adat juga menyatakan bahwa penghuni perempuan
cukup berpakaian sedada tanpa baju (kemban) di dalam rumah atau tidur-tidur
dirumah tanpa adanya penyekat/pelindung ruang. Kalau rumah dibangun rendah atau
“melekat” di atas tanah, maka keadaan di dalam rumah akan kelihatan dari luar
rumah.
Dinding luar Rumah Lontik seluruhnya
miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan
dinding luar depan melengkung keatas, dan kalau disambung dengan ukiran
sudut-sudut dinding, kelihatan seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding
juga melengkung meskipun tidak semelengjung balok tumpuan. Lengkungannya
mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan
yang disebut Sulo Bayung. Sedangkan Sayok Lalangan merupakan ornamen pada ke 4
sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit,
tanduk kerbau, taji dan sebagainya
Ritual Pernikahan Suku Kampar
Dalam adat pernikahan suku kampar ada
beberapa ritual yang harus dijalani oleh masyarakat adat kampar dalam resepsi
pernikahannya, berikut ini urainnya:
1.
Ibu-ibu membantu memasak
di rumah mempelai wanita.
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik
mamak terdahulu, apa bila ada saudara sekampung yang hendak menikah, maka
keluarga dari mempelai yang hendak menikah harus memanggil para tetangga
kampung untuk membantu kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari ataupun sehari
sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan ini tergantung dari
keluarga mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal dengan cara
bergotong royong dalam melakukan sesuatu termasuk dalam mempersiapkan makanan
untuk resepsi pernikahan.
2.
Acara Shalawatan
(Badiqiu)
Badiqiu merupakan suatu acara yang ada
dalam kebudayaan masyarakat kampar. Acara ini dilakukan oleh para tokoh-tokoh
dan sesepuh adat pada malam hari sebelum acara resepsi pernikahan dilakukan,
agar acara pernikahan ini berlangsung dengan hikmat dan keluarga yang baru
menjadi keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
3.
Acara Pengantaran Pihak
Lelaki ke rumah Pihak Perempuan (Ba'aghak)
Dengan dentuman Rebana dari para tokoh
adat ini, menambah kehikmatan nilai budaya yang sakral pada acara pengantaran
Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan, biasanya shalawatan selalu di kumandang
kan hingga akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah Pihak Perempuan. Setelah pihak
laki-laki tiba, kedua mempelai langsung di persandingkan.
4.
Acara Pengantaran Pihak
Lelaki dengan membawa Hantaran (Jambau)
Seperti adat di daerah lainnya,
hantaran juga berlaku di kabupaten kampar, tetapi tidak terlalu mengikat, jika
mempelai lelaki tidak mampu untuk memberikanhantaran, maka ini tidak di
wajibkan untuk membawa hantaran tersebut.