Anda
pasti sudah sering mendengar kata songket. Songket adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu
dan Minangkabau di Indonesia,
Malaysia,
dan Brunei.
Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan
tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada
acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan
efek kemilau cemerlang.
Kain mewah satu ini kepopulerannya tidak kalah dengan
batik. Di
pulau Sumatera pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul adalah di
daerah Pandai Sikek dan Silungkang, (Minangkabau, Sumatera
Barat) serta di Palembang, Sumatera Selatan.
Sejarah songket Minangkabau
Kata songket sendiri sebenarnya
berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan
bahasa Indonesia, yang berarti “mengait” atau “mencungkil”. Hal ini berkaitan
dengan metode pembuatannya, mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan
kemudian menyelipkan benang emas.
|
Perempuan Minang yang tengah menenun songket sekitar tahun 1900 |
Sedangkan sejarah dari songket Minangkabau sendiri
berasal dari kerajaan Sriwijaya yang kemudian dikembangkan melalui kerajaan
Melayu sampai akhirnya masuk ke ranah Minang. Songket ini tercipta sebagai alat
ekspresi karena orang-orang Minang pada jaman dahulu tidak bisa menulis
dan akhirnya mereka pun mengekspresikan perasaan mereka ke dalam songket
sehingga masing-masing songket punya arti dan makna yang berbeda-beda.
Songket
Pandai Sikek
Kalau menyebut Pandai Sikek, tentu ingat songket.
Pandai Sikek sudah identik dengan songket. Orang Pandai Sikek sendiri tidak
menyebutnya songket tetapi tenun, sebab yang dimaksud adalah benang katun dan
benang mas yang ditenun dengan tangan, diatas alat yang bernama panta
sehingga menjadi kain, kain balapak atau kain bacatua yang
dipakai pai baralek, yaitu pada pesta perkawinan.
|
Songket pandai sikek |
Bagi orang Minangkabau, yang menyebut diri mereka
sebagai orang yang beradat, kain tenun adalah bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari upacara-upacara adat istiadat, mulai dari yang dipakai sebagai
sarung dan selendang, sebagai tingkuluk dan tokah bagi perempuan, dan sebagai
sisamping, salempang dan cawek bajambua bagi laki-laki.
Kain tenun juga diberikan sebagai tando pada
upacara adat pertunagan dan pada waktu kusuik ka disalasaikan-karuah ka
dipajaniah. Selain itu kain-kain tenun yang menjadi koleksi suatu kaum akan
dipajang pada seutas tali yang direntangkan diantara tiang-tiang utama rumah
yang baru melaksanakan upacara batagak rumah gadang.
Kita bisa menemukan gambar
penenun songket silungkang sedang menenun songket di pecahan 5.000 rupiah
sebagai bentuk penghargaan pemerintah kepada penenun di minangkabau.
Songket
Silungkang
Tenunan Silungkang mempunyai kelebihan pada motif.
Keistimewaan lain terdapat pada ragamnya. Ada songket ikat, songket batabua,
penuh, benang dua, dan songket selendang lebar. Keunikan itulah yang membuat
songket Silungkang diminati pembeli dari Malaysia dan Singapura.
|
songket silungkang liris ungu hitam elegan |
Dewasa ini pengrajin tenun Songket Silungkang
tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau
kain saja. Akan tetapi, sudah merambah ke produk jenis lain, seperti: gambar
dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi,
bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja
(“hemd”), tussor (bahan tenun diagonal), dan taplak meja polos.
Motif-motif songket
Minangkabau
Songket Minangkabau adalah salah satu bentuk
senirupa tradisional yang unik. Seni-tenun ini cukup rumit dan membutuhkan
ketelitian serta ketekunan dalam proses penenunannya. Selain itu,
ragam-hias atau motif songket Minangkabau tidak hanya sekadar hiasan atau
ornamen. Motif atau ragam-hias songket Minangkabau masing-masing memiliki
nama dan makna yaitu tentang perjalanan kebudayaan dan masyarakat
Minangkabau. Motif-motif songket Minangkabau ditampilkan dengan wujud
simbol-simbol alam terutama tumbuhan yang kaya makna tersurat dan tersirat.
Beberapa motif songket Minangkabau beserta arti filosofisnya
:
1. Motif kaluak paku (pakis), menyiratkan bahwa
pentingnya bersikap introspeksi karena pucuk paku bergelung ke dalam terlebih
dulu baru keluar.
2. Motif pucuak rabuang (bambu), menyiratkan bahwa bambu selalu bisa
dimanfaatkan dari muda sampai tua. Dari rebung untuk dimakan sampai bambu untuk
kerajinan. Dan, makna tersirat juga dapat dilihat bahwa semakin tua dan
berpengalaman orang Minang hendaknya semakin merunduk.
3. Motif bungo antimun (mentimun), yang mana mentimun selalu dapat dimanfaatkan.
Selain dapat dimakan mentimun juga berguna untuk perawatan kecantikan. Dari
cara tumbuhnya yang menjalar dan selalu melekatkan akarnya ke penopang seruas
demi seruas, makna tersuratnya menurut Abdul Hamid Dt. Rangkayo Sati adalah
melakukan sesuatu haruslah secara sistematis dan mengakar. Atau, jika
beragumentasi harus jelas dan dengan dalil yang kuat.
4. Motif bijo (biji bayam), yang mana tanaman bayam mudah tumbuh di mana saja.
Jika sudah tua bijinya yang halus dan ringan mudah menyebar. Ini diumpamakan
bahwa seorang berilmu memberikan ilmu dengan ikhlas dan menerima imbalan juga
dengan ikhlas. Dalam budaya Minangkabau, murid biasanya mengisi cupak nan
tangah (mengisi tempat beras di rumah gurunya) sesuai kemampuannya.
5. Motif ilalang rabah (rebah), yang artinya ilalang yang rebah jangan diinjak
dengan sembrono. Sebab, akarnya yang merentang tersembunyi bisa menjadi ranjau
yang dapat menjatuhkan. Artinya, kewaspadaan, kehati-hatian, dan kecermatan
seorang pemimpin adalah hal yang utama. Kekuasaan harus bersifat arif agar
tidak terjadi kesewenang-wenangan. Tidak selamanya orang lemah menyerah pada
penindasan. Bahkan, akar rumput pun bisa menjelma kuat hingga meruntuhkan
kezaliman.
Sumber:
id.wikipedia.org/wiki/Songket
kriyalea.com/sekilas-tentang-songket-minangkabau
songketsilungkang.com
songketpandaisikek.com